Buruh Semringah, Korban PHK Bisa Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan

Seorang ibu rumah tangga (IRT) di Kabupaten Boalemo, Gorontalo, berinisial ND, tewas akibat ditikam suaminya, RE pada Senin (27/2/2025).

Peristiwa tragis ini terjadi di Dusun Dua, Desa Patoameme, Kecamatan Botumoito, sekitar pukul 10.00 Wita.

Kapolres Boalemo melalui Kasat Reskrim IPTU Saiful Djakatara mengungkapkan bahwa motif penikaman diduga dipicu oleh pertengkaran rumah tangga.

“Pelaku meminta uang Rp5 ribu kepada korban (istrinya) untuk membeli rokok. Namun, korban tidak memiliki uang, sehingga terjadi cekcok yang berujung penikaman,” kata IPTU Saiful.

Dalam kondisi tak terkendali, pelaku kemudian gelap mata dan langsung menusuk korban dengan pisau dapur hingga korban tersungkur bersimbah darah.

Warga yang mendengar teriakan korban langsung mendatangi lokasi dan segera membawa korban ke Rumah Sakit Tani dan Nelayan (RSTN) Boalemo.

Namun, nyawa korban tidak tertolong. Korban dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 21.00 Wita karena luka yang dideritanya.

Usai melakukan penikaman, pelaku diketahui pergi ke rumah orangtuanya di Desa Hungayonaa, Kecamatan Tilamuta, untuk melaporkan perbuatannya.

Pihak kepolisian yang menerima informasi langsung bergerak cepat dan mengamankan pelaku guna menjalani proses hukum di Polres Boalemo.

Saat ini, jenazah korban telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan. Sementara itu, pihak kepolisian masih mendalami kasus ini guna mengungkap lebih lanjut faktor penyebab tragedi tersebut.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini menjadi perhatian masyarakat dan menambah daftar panjang tindak kriminal yang dipicu oleh persoalan ekonomi dan konflik keluarga.

Kepolisian mengimbau masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan dengan kepala dingin serta melaporkan potensi kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak berwenang agar kejadian serupa tidak terulang kembali. (*)

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025, yang mencakup perubahan ketentuan baru mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Mirah menganggap, dengan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam PP Nomor 6/2025, pemerintah menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan buruh yang terdampak oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Ini adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial yang lebih baik dan memberikan rasa aman kepada pekerja yang mengalami kesulitan akibat kehilangan pekerjaan,” kata Mirah, Selasa (18/2/2025).

Lebih lanjut, ia lantas membandingkan aturan soal JKP di kebijakan sebelumnya, yakni di PP 37 Tahun 2021. Menurut dia, PP 6/2025 mengatur JKP dengan pendekatan yang lebih komprehensif dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya.

Beberapa poin perubahan yang menjadi sorotan utama, antara lain:

Perihal Iuran

Pada peraturan sebelumnya yaitu di PP 37 Tahun 2021, iurannya sebesar 0,4 persen dari upah sebulan. Komposisinya sumber pendanaan dari pemerintah dan pendanaan program JKP.

Sedangkan di PP Nomor 6 tahun 2025, iurannya turun sebesar 0,36 persen dari upah sebulan. Dengan sumber pendanaan yang sama, hal ini menjadikan jumlah iuran yang dibayarkan menjadi lebih ringan dari upah yang dibayarkan sebelumnya, dengan manfaat yang tentu akan lebih besar.

Manfaat Iuran

Pada PP 37 Tahun 2021, manfaat iuran baru bisa diajukan setelah masa mengurut setelah 12 bulan dalam rentang waktu 24 bulan. Untuk syarat lainnya, peserta harus membayar iuran selama 6 bulan berturut turut sampai terjadi PHK.

Sedangkan dalam PP Nomor 6 Tahun 2025, manfaat JKP tetap sama setelah mengiur selama 12 bulan dalam rentang waktu 24 bulan. Perbedaan dengan PP sebelumnya, tidak ada ketentuan membayar iuran selama 6 bulan berturut-turut.

Artinya, sepanjang peserta membayar iuran dalam rentang waktu yang telah disebutkan, maka dia berhak mendapatkan manfaat kepesertaan, tanpa dia harus bayar iuran selama 6 bulan berturut-turut.

Dalam PP 37 Tahun 202, uang tunai diberikan setiap bulan paling banyak 6 Bulan upah dengan ketentuan rincian sebagai berikut; 45 persen dari upah yang diterima untuk tiga bulan pertama, untuk bulan berikutnya diberikan 25 persen dari upah.

Sedangkan di PP No 6 Tahun 2025, manfaatnya uang tunai itu diberikan setiap bulan selama tentang waktu 6 bulan,sebesar 60 persen. Ini akan membantu untuk mempertahankan hidup buruh dalam masa PHK sampai mendapatkan pekerjaan yang baru atau melakukan usaha yang baru.

Informasi Pasar Kerja

Selain itu, ada informasi akses untuk pasar petugas melalui sistem informasi ketenagakerjaan. Sedangkan di PP No 6 Tahun 2025 lebih diperjelas layanan informasi pasar kerja, bimbingan jabatan dilakukan sama, yakni oleh pengantar atau petugas antar kerja melalui Kementerian Ketenagakerjaan. 

Plus ada tambahan melalui Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan juga Kabupaten, Kota melalui sistem informasi ketenagakerjaan.

Lebih lanjut, Mirah juga terus mengharapkan adanya perbaikan agar pekerja terus mendapatkan haknya, diperlakukan secara layak dan berkeadilan, kemudahan berupa akses informasi ketenagakerjaan, hingga peluang lebih besar dalam mendapatkan lapangan pekerjaan.

Ia terus berharap pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan, terutama padat karya. Sehingga terserap banyak pekerja/buruh baik itu di sektor industri besar, menengah maupun kecil.

“Dengan adanya JKP, pekerja tidak hanya mendapatkan bantuan keuangan sementara, tetapi juga kesempatan untuk berkembang dan kembali bekerja. Ini adalah sebuah langkah penting yang seharusnya diikuti dengan pengawasan yang ketat agar manfaat ini dapat dinikmati oleh semua pekerja/buruh yang berhak,” tuturnya.

“Hal yang penting lainnya adalah agar di sosialisasikan secara masif kepada buruh serta dipermudah proses klaim bagi pekerja/buruh ketika mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP),” pungkas Mirah. (*)

You may also like