Jusuf Kalla dan Agung Laksono rebutan kursi ketua Palang Merah Indonesia

Dua politisi senior Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono, berseteru memperebutkan kursi ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI). Bahkan pertarungan itu kini masuk ke ranah hukum.
Perseteruan bermula ketika Jusuf Kalla, yang telah memimpin PMI selama 15 tahun, terpilih kembali secara aklamasi sebagai ketum untuk periode 2024-2029 di Musyawarah Nasional (Munas) PMI ke-22 di Jakarta, Minggu (08/12).
Keputusan ini disebut membuat kecewa beberapa pihak yang kemudian melakukan munas tandingan. Hasilnya menetapkan Agung Laksono sebagai ketum. Tak tinggal diam, JK kemudian melaporkan pesaingnya itu ke kepolisian.
Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto. menyebut perebutan posisi ketua umum ini sebagai “kisruh yang sangat memalukan” karena telah mencoreng nama PMI sebagai lembaga kemanusiaan dan bahkan akan mengurangi kepercayaan publik terhadapnya.
Mengapa kursi ketua PMI menjadi rebutan?
Guru Besar Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Universitas Indonesia, Prof. Ede Surya Darmawan, menduga perebutan terjadi karena PMI memiliki sumber daya manusia dan juga sumber daya besar yang rawan dipolitisasi.
“Ada sumber daya manusia di situ, ada pengelolaan keuangan di situ, ada aktivitas di situ, kemudian ada implikasi. Implikasinya sederhananya, kalau saya jadi ketua PMI kan saya terkenal, punya daya tawar. Itu semua bisa dikapitalisasi menjadi kekuatan politik,” kata Ede kepada wartawan BBC News Indonesia Selasa (10/12).
Untuk sumber daya manusia, Ede berkata, PMI memiliki jaringan pengurus yang luas, hampir di seluruh Indonesia.
“Pengurus PMI ada di lebih 30 provinsi, lebih dari 500 kabupaten kota, ribuan kecamatan dan desa. Dan PMI itu hingga ke sekolah-sekolah dengan palang merah remaja. Itu kan sebuah kekuatan,” katanya.
Belum lagi dengan total relawan PMI yang jumlahnya jutaan orang. Data per Februari 2019 disebutkan bahwa PMI memiliki hampir 1,5 juta sukarelawan yang terlibat dalam pelayanan PMI.
Kekuatan lainnya, kata Ede, adalah adanya sumber daya uang di PMI.
Pasal 30 (01) UU Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan menyebutkan “pendanaan PMI dapat diperoleh dari donasi masyarakat yang tidak mengikat dan sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Selain pendanaan itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga memberikan dukungan dana lewat APBN dan APBD ke PMI.
Aliran uang lainnya yang menjadi sorotan, kata Ede, yaitu berasal dari pengelolaan darah.
Dalam daftar biaya pengganti pengelolaan darah (BPPD) dan tindakan disebutkan bahwa untuk darah biasa dihargai Rp490.000, dan salah satu yang termahal adalah darah plasma konvalesen yang mencapai Rp2,25 juta.
Padahal darah yang dikumpulkan dari masyarakat gratis.
Harga ini menurut PMI sebagai biaya pengganti pemeliharaan darah supaya kondisinya tetap sama seperti saat berada dalam tubuh.
“Ada sumber daya manusia di situ, ada pengelolaan keuangan di situ, ada aktivitas di situ, kemudian ada implikasi. Implikasinya sederhananya, kalau saya jadi ketua PMI kan saya terkenal, punya daya tawar. Itu semua bisa dikapitalisasi menjadi kekuatan politik,” kata Ede.
Analisis yang senada juga diungkapkan oleh Ketua RUKKI, Mouhamad Bigwanto.
“Tentunya posisi ketua PMI menjadi sangat menarik bagi politisi. Lembaga ini mempunyai infrastruktur kepengurusan hampir di semua kabupaten dan kota, yang mungkin punya potensi sebagai alat politik,” kata Bigwanto.
“Selain itu, misi kemanusiaan PMI rentan didomplengi politisi sebagai alat untuk membangun citra baik yang ujungnya adalah popularitas dan tingkat elektoral,” tambahnya.
Akademisi Rocky Gerung juga sempat menyinggung bahwa banyak orang mengincar kursi PMI sebagai batu loncatan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi.
“Jadi, kalau ada seorang politisi berupaya untuk mengambil alih kepemimpinan di PMI dengan cara-cara politis, yaitu melalui lembaga survei atau amplop dalam munas, itu artinya kemanusiaan yang adil dan beradab itu tergeraikan dalam politik amplop,” kata Rocky di kanal Youtube-nya.
Bagaimana kronologi pertarungan JK Vs Agung Laksono?
Jusuf Kalla kembali didapuk menjadi ketum PMI pada sidang pleno Munas ke -22 PMI di Jakarta, Minggu (08/12).
Keputusan ini menjadikan JK sebagai ketum terlama PMI sepanjang sejarah, yaitu 20 tahun, dari 2009-2029.
Sebelumnya jabatan terlama ketua umum PMI dipegang oleh P.A.A. Paku Alam VIII dari 1954 ke 1966 dan Prof. Dr. Satrio dari 1970 ke 1982. Masing-masing sekitar 12 tahun.
Dalam pemilihan Minggu lalu, Ketua Panitia Munas ke-22 PMI, Fachmi Idris menyebut sempat ada dua usulan nama calon ketum, yaitu Jusuf Kalla dan Agung Laksono.
Namun, lanjutnya, Agung Laksono tidak dapat mengamankan 20% surat dukungan dari utusan yang berhak hadir, sehingga dia gugur dalam pertarungan.
Sedangkan dukungan untuk JK melebih 50% suara.
“Menurut aturan PMI, apabila ada bakal calon dukungannya lebih dari 50%, maka calon tersebut dapat ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua Umum,” ujar Fachmi.
Hasilnya, kata Ketua Sidang Pleno Kedua yang juga Ketua PMI Jawa Barat, Adang Rocjana, mengatakan “dari 490 peserta yang hadir… mendukung Jusuf Kalla untuk kembali memimpin PMI.”
Di sisi lain, kubu Agung Laksono mengeklaim telah mengantongi dukungan lebih dari 50% peserta munas.
“Soal dukungan itu lebih dari 240 dukungan dari daerah. Sebagai syarat untuk bisa maju sebagai calon, maka dukungan itu disyaratkan 20%, kita lebihkan,” kata Agung, Senin (9/12).
Tak terima, kubu Laksono kemudian menggelar munas tandingan di hari yang sama.
“Akhirnya kemudian didesak oleh voters terutama yang sudah menandatangani rekomendasi mendukung Agung Laksono, 200 orang lebih itu ya sudah minta digelar munas sendiri,” kata Sekjen PMI versi Kubu Agung Laksono, Ulla Nurchrawaty.
Hasilnya menetapkan Laksono sebagai ketum PMI. Keputusan itu disebut akan didaftarkan ke Kementerian Hukum. “Kalau kami mungkin hari ini sudah disampaikan dan sudah didaftarkan dengan kepengurusan yang sederhana dulu misalnya gitu kan,” tambah Ulla.
Namun, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan belum menerima surat permohonan pengesahan SK kepengurusan PMI. Pihaknya pun akan melakukan verifikasi jika ada permohonan masuk.
Atas tindakan itu, JK kemudian melaporkan Agung Laksono ke polisi. “Itu ilegal, dan pengkhianatan, kedua itu kebiasaan Pak Agung Laksono, dia pecah Golkar, dia bikin tandingan Kosgoro, itu memang hobinya, tapi itu harus kita lawan,” kata JK, Senin (09/12).
Terkait laporan ke polisi itu, Agung Laksono mengaku tidak masalah karena apa yang dilakukan bukan tindakan pidana.
“Ya, kalau laporan ke kepolisian siapa saja bisa. Jadi, itu tak masalah. Tentang hal itu ya, terserah masing-masing saja. Karena ini kan bukan masalah perkara kriminal atau pidana, tapi masalah-masalah yang hubungan dengan organisasi,” kata Agung.
Terlepas dari polemik itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan tak ikut campur dalam pemilihan ketum PMI, apalagi disebut memberikan rekomendasi ke salah satu calon.
‘Memalukan dan mencoreng nama PMI’
Bigwanto menyebut PMI memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia di bidang kesehatan. Untuk itu, sebagai lembaga kemanusiaan yang dibiayai uang publik, seharusnya PMI dikelola secara profesional dan tidak terlibat konflik politik.
“Pentingnya independensi PMI dari arus politik adalah untuk menjaga agar kepentingan masyarakat dan kemanusiaan tidak terdistorsi oleh konflik politik. Oleh karena itu, kursi ketua PMI harus diisi oleh individu yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi, bukan karena faktor politik,” kata Bigwanto.
Dia pun menyebut pertarungan yang terjadi di PMI sebagai hal yang memalukan.
“Kisruh ini sangat memalukan, mencoreng nama PMI sebagai lembaga kemanusiaan, yang mungkin akan mencoreng lembaga kemanusiaan lain secara tidak langsung. Ini akan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga kemanusiaan dan mungkin bisa mengganggu operasional PMI,” kata Bigwanto.
Mantan Sekjen PMI, Sudirman Said, juga menyebut Indonesia akan dipermalukan di mata dunia dengan adanya kepengurusan ganda.
“Dengan demikian bila ada pihak yang membentuk kepengurusan tandingan, apalagi melalui proses yang tidak punya landasan hukum, itu maknanya mereka tidak memahami tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan,” kata Sudirman, Senin (09/12).
Bagaimana kinerja PMI sejauh ini?
Terlepas dari polemik yang terjadi, menurut UU Kepalangmerahan, terdapat beragam tugas di pundak PMI.
Di antaranya adalah: membantu dalam penanganan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri; memberikan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata, kerusuhan, dan gangguan keamanan lainnya.
BBC News Indonesia mencoba menyoroti tiga peran tersebut.
Bantuan bencana
Bencana banjir dan longsor menghantam 176 desa dari 39 kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Salah satunya, Desa Sukajaya, Kecamatan Pabuaran yang mengalami longsor, Rabu (4/12).
Sebanyak 233 warga mengungsi ke gedung sekolah dan lokasi lainnya yang aman. Longsor juga mengakibatkan desa tersebut terisolir karena akses jalan terputus. Total ada 169 KK (kepala keluarga) yang terdampak banjir dan longsor.
Kepala Desa Sukajaya, Ade Firman menyebutkan, bantuan untuk pengungsi telah berdatangan baik dari lembaga bantuan pemerintah, maupun organisasi kemasyarakatan. Namun sejauh ini bantuan dari PMI belum diterima.
“Dari PMI telepon kami suruh diambil di sana [markas PMI Sukabumi], kami belum ada waktu ke sananya. Soalnya di sini sibuk, waktunya juga terbatas jadi belum diambil,” ungkap Ade kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (11/12).
Tidak seperti lokasi bencana lain yang bantuannya dikirim langsung oleh PMI, Desa Sukajaya harus mengambil sendiri bantuannya. Menurut Ade, PMI kesulitan menjangkau wilayahnya lantaran paling jauh dan terisolir. Longsor menyebabkan akses jalan terputus dan membuat desanya terisolir.
Pihak PMI, lanjut Ade, sempat meminta daftar kebutuhan pengungsi. Permintaan itu disampaikan ke Ade, sehari setelah Ketua PMI, Jusuf Kalla berkunjung ke Markas PMI Sukabumi, Sabtu (07/12).
“Saya minta tenda buat yang mengungsi, perlengkapan bayi, selimut, sembako diperbanyak, beras, gula, telur. Itu yang saya minta,” sebut Ade.
Ade sempat mendengar kisruh perebutan kursi ketum PMI, tapi ia menyakini hal itu tidak mempengaruhi peran PMI dalam memberikan bantuan bencana, seperti ke wilayah Sukabumi. “[Konfliknya] tidak terasa untuk kami yang di bawah. Tidak tahu kalau di atas,” tuturnya.
Lalu, apakah konflik itu berpengaruh pada kinerja PMI di daerah?
BBC News Indonesia lantas menghubungi Ketua PMI Kabupaten Sukabumi, Hondo Suwito.
Dia mengatakan, PMI Sukabumi yang sedang menangani bencana banjir dan longsor di sejumlah titik, tetap solid dalam menjalankan misi kemanusiaan. Bantuan juga diklaim tersalurkan dengan baik.
“Kegiatan donor darah aman, ada bencana juga kami aman. Kami itu kalau lagi bencana, bukan semakin renggang, malah semakin solid,” ungkap Hondo melalui sambungan telepon, Selasa (10/12).
Meski demikian, Hondo berharap, PMI tetap menjaga netralitasnya sesuai tujuh prinsip kepalangmerahan. Ia pun menolak jika PMI digiring ke politik.
Senada, pemerhati kesehatan Ede Surya juga menilai peran PMI di kebencanaan telah berjalan efektif, terutama di sektor penggalangan sukarelawan.
“Sejauh ini peran PMI di kerelawan masih efektif. Mereka selalu hadir di manapun bencana ada dan memiliki keterampilan dalam life-saving, apalagi Indonesia negara yang rawan bencana alam,” katanya.
Pelayanan darah
Tidak seperti penanganan bencana, untuk pelayanan darah disebut masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki oleh PMI. Salah satunya yang diungkapkan oleh Imma Yuliana Siahaan, dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Sumatra Utara.
Imma mengatakan, beberapa pasien gagal ginjal kerap kesulitan dalam mendapatkan kantong darah. Kesulitan itu berupa persediaan yang terbatas hingga harga darah lebih tinggi dari yang ditetapkan.
“Saya dapat laporan dari teman-teman di komunitas dan bahkan sering membantu untuk mencari darah karena sulit mendapatkan darah di tempat kami. Kalau pun dapat, harganya mahal,” kata Imma yang menjadi pasien cuci darah selama 14 tahun.
Padahal, ujarnya, menurut aturan dari program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), darah dapat diberikan secara gratis, atau ditanggung negara dalam jumlah tertentu.
“Lebih baik kalau memang itu gratis, keluarkanlah aturan gratis. Tapi kalau memang harus berbayar, disertakan dengan aturan yang jelas,” katanya.
Dia pun berharap agar PMI meningkatkan sistem pelayanan darah sehingga pasien yang membutuhkan bisa mendapatkan dengan mudah dan cepat.
Senada, Ede Surya mengatakan pengelolaan darah yang “dimonopoli” oleh PMI masih harus dikembangkan, khususnya penyediaan stok darah yang merata dan cukup di daerah terpencil dan terluar.
“Dan harus dibuat informasi darah yang bisa diakses dengan mudah. Misal saya di Flores, ketika butuh darah tidak harus ke kantor PMI. Dapat dicek lewat online atau ada telemedicine,” katanya.
“Kalau penyimpanan darah butuh biaya, stoknya dapat berbentuk orang-orang yang siap dikontak dan siap berdonor. Jadi ada data yang kuat,” katanya.
Ketum PMI Jusuf Kalla mengatakan pihaknya sudah memenuhi 93% kebutuhan darah nasional. Dia mengatakan kebutuhan itu dipenuhi dari unit donor darah di PMI pusat dan daerah.
“UDD [unit donor darah] PMI pusat bersama dengan 237 UUDP yang tersebar di seluruh Indonesia sudah dapat memenuhi 93% kebutuhan darah secara nasional, yang menurut WHO adalah 2% dari jumlah penduduk,” kata Jusuf Kalla, Senin (05/08).
Kementerian Kesehatan mencatat, Indonesia membutuhkan sekitar 5,6 juta kantong dara setiap tahun.
Bantuan korban konflik bersenjata
Peran yang paling terbatas dilakukan PMI disebut Ede Surya adalah bantuan untuk korban konflik bersenjata, salah satunya adalah konflik yang kini terjadi di Papua.
Keterbatasan peran PMI itu terjadi, kata Ede, karena adanya pandangan ketika menolong kelompok berlawanan maka dianggap memihak.
“Kewenangan PMI terbatas dan dibatasi. Langkahnya tertahan dalam memberikan bantuan di daerah konflik bersenjata. Padahal PMI harus diberikan kebebasan, dan yang memiliki itu adalah penguasa atau pemerintah,” katanya.
Ede bercerita pada saat konflik bersenjata di Aceh, dia dan rekannya dari lembaga kemanusiaan ingin memberikan bantuan seribu paket anak sekolah. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan.
“Kita tidak bisa masuk ke sana dan bantuannya hanya bisa dikirim lewat orang-orang di sana. Setelah tsunami, konflik berakhir dan kita berdamai. Dan kita baru bisa masuk ke sana. Ini kan harus diperbaiki,” katanya.
Padahal menurutnya PMI dan lembaga kemanusiaan bersifat imparsial, netral dan berfokus pada korban di kedua sisi yang membutuhkan bantuan.
“Sebaiknya diatur, ada proses yang memungkinkan kemanusian berjalan, dan konfliknya pelan-pelan dicari solusi yang tepat. Keduanya berjalan bersamaan,” katanya.
Terkait pandangan ini, BBC News Indonesia telah menghubungi PMI, namun hingga berita ini ditayangkan belum mendapatkan tanggapan.
Sumber : BBC News